Minggu, 08 November 2015

STRATEGI DAN TAKTIK

STRATEGI DAN TAKTIK

Sejak awal kita haruslah menyadari musuh dan problem terbesar kita adalah neo-liberalisme. Dampak perubahan pola produksi, perubahan regulasi-regulasi negara, serta sistem ketenagakerjaan yang fleksibel tetap akan menjadi masalah perburuhan dalam tahun-tahun kedepan. Turunan dari neoliberalisme adalah kebijakan negara dengan membuat UUK 13/2003, UU PPHI dan beberapa UU yang bersifat merugikan rakyat secara umum. UUK 13 telah memberi ruang leluasa bagi penutupan pabrik, PHK massal dan penerapan system kerja kontrak serta outsourching, selain kebijakan privatisasi/swastanisasi BUMN dan privatisasi sumber daya alam. Dari hal tersebut muncul perlawanan dari kaum buruh, walaupun masih kecil dan terpecah pecah.

Lalu apa artinya kita membangun organisasi nasional kedepan?, bahwa kondisi diterapkannya neoliberalisme mencengkeram Indonesia, jutaan kaum buruh dalam kondisi tertindas secara ekonomi dan lemah dalam daya tawar politik, sementara posisi pemodal bisa dengan mudah memindahkan modalnya tanpa memperhatikan nasib buruh. dengan kondisi itu maka posisi buruh harus kuat, serikat buruh harus menjadi garda terdepan perlawanan untuk memperjuangkan kesejahteraan dan kepastian kerja. Organisasi buruh yang kuat dan solidaritas lokal, nasional dan internasional yang solid adalah jawaban bagi kelemahan dan terpecahnya kekuatan buruh saat ini. Lantas apa yang akan dilakukan ?

1.     Menghadang Labour Market Fleksibility (LMF).

Taktiknya yakni Konsolidasi  organisasi mulai dari konfederasi hingga serikat buruh tingkat Federasi bahkan hingga tingkat perusahaan. Melakukan pengorganisiran tidak hanya di sektor manufaktur, dan ekspansi ke beberapa wilayah yang menjadi pusat pusat industri dengan prioritas kawasan industri besar pada sektor potensial. Sementara metode yang harus digunakan yakni : membangun serikat buruh berdasar wilayah (wil industri, wil desa, kecamatan). Dapat dimulai dengan forum-forum, kelompok kerja, dan lain-lain. Pada dasarnya keanggotaan bersifat individu berdasar zona wilyah. Tidak harus terikat dalam satu pabrik, tetapi utamaya adalah kawasan industri harus dibangun kontak, keanggotaan sebanyak mungkin dengan dibuat sentral informasi diluar kawasan/pabrik terdekat.
Metode pemogokan tidak lagi dilakukan berdasarkan pabrik tapi sudah berdasarkan pada zona industri terkecil.(kawasan). Serikat buruh yang telah terbentuk tersebut dapat dilegalkan (dicatatkan kedisnaker). Warga/sektor informal disekitar kawasan/zona industri  harus juga dijadikan sasaran pengorganisiran, bahkan harus menjadi prioritas setelah buruh pabrik. Rumusan pelaksanaannya akan ditentukan dalam program umum berdasarkan pembacaan geopolitik wilayah.
Point khusus dari program ini adalah :
-        Mengkampnyekan secara massif bahaya LMF ( PHK, Sistem kerja kontrak, out sourching dsb)
-        Pendataan buruh kontrak, PHK, out sourching
-        Advokasi baik anggota maupun bukan.
2.     Penguatan Organisasi
Dengan memaksimalkan pendekatan gerakan buruh yang berbasiskan teori, politk dan organisasi. Maka taktik utamanya adalah penyeragaman pendidikan anggota dan kader buruh anggota FSPBI. Penguatan internal ini, harus dipercepat mengingat kondisi obyektif menuntut  ketersediaan sumber daya manusia yang besar dan berwawasan gerakan buruh.
Point point penguatan organisasi :
-        Konsolidasi organ mulai dari basis, kota, wilayah dan pusat  
-        Kaderisasi mulai dari  basis, kota, wilayah dan pusat
-        Pengorganisasian
-        Individual
-        Zona industri dan komunitas
-        Membuat sentral informasi
-        Penyeragaman pendidikan
-        Komunikasi antar basis, wilayah dan pusat.

3.     Membangun Front/Aliansi Yang Terencana
Selama ini front/aliansi yang dibangun sering mengikuti ajakan front dari kelompok lain. Sementara kelompok lain juga punya kepentingan proyek politik yang ujung-ujungnya logistik. Sehingga kadang front-front yang kita ikuti sekedar menjaga perkawanan dengan kelompok lain.
Disisi lain jika kita mengikuti front yang bukan atas inisiatif dan tujuan yang jelas memaksa kita untuk menaruh kader-kader kita dalam pekerjaan front tersebut. Disisi lain setiap mobilisasi massa yang kita lakukan dalam front-front tersebut tidak sepenuhnya berhasil bahkan dalam perkembangannya FSPBI di Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan ada kecenderungan semakin menurun. Jika didalam aksi-aksi yang kita menyerukan untuk dilakukan mobilisasi massa tapi tidak terbukti, berdampak sangat luas baik ditingkatan wibawa organisasi maupun moral massa yang ikut dalam aksi. Untuk itu front/Aliansi yang dibangun harus terencana dengan baik, termasuk menghitung tiga  aspek yakni irisan kepentingan politik, wibawa organisasi dan moral massa.

4.     Membangun Solidaritas Dikalangan Kaum Buruh Maupun Serikat Buruh Di Indonesia Dan Mencari Dukungan Solidaritas International
Disaat nasib buruh diberbagai negeri tidak berbeda jauh maka mula harus dirintis langkah perjuangan yang bersifat Internationalisme. Hal ini disebebkan kapitalisme sudah tidak lagi mengenal batas-batas wilayah negara, kapanpun modal ditarik di beberapa negara prosesnya sangat cepat, demikian juga sebaliknya ketika mereka berinvestasi diberbagai negeri Yang harus jadi prioritas adalah menindaklanjuti kontak yang sudah dibangun oleh FSPBI dan mencari kontak-kontak baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar